“KONSELING CLIENT CENTERED”
MAKALAH
Disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah:Model-model Konselig 1
Dosen pengampu : RelaAmalia,
S. Pd
DisusunOleh :
1.
Deni
Purwati : (1111500088)
2.
Lia
Pradita
Agustina : (1111500043)
3.
Siska
Fransiska : (1111500089)
4.
Tri Sutrisno : (1111500156)
5.
Tiara
Agitha Larasaty : (1111500055)
Kelas : IV D
BIMBINGAN
KONSELING
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PANCASAKTI TEGAL
2013
KATA PENGANTAR
Seiring alunan kata Alhamdulillah,
segala puji syukur semata-mata hanya untuk Allah SWT. Yang telah melimpahkan
karunia, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
merampungkan Makalah ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini
berkat dorongan dan arahan dan menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1.
Rela Amalia, S. Pd
2.
Teman-teman mahasiswa Kelas IV D yang telah membantu
memberikan sumbang saran penulisan makalah ini.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa
kemampuan yang ada pada penulis sangat tebatas. Untuk itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mohon kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik
yang membangun demi kebaikan penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
i
KATA
PENGANTAR
ii
DAFTAR
ISI
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
1
B.
Rumusan Masalah
2
C.
Tujuan Penulisan 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar 3
B.
Hakekat manusia 5
C.
Hakekat konseling 8
D.
Tujuan konseling client centered
9
E.
Karakteristik konseling client centered 10
F.
Peran dan fungsi konselor 11
G.
Hubungan konselor dengan klien dalam pendekatan client
centered 12
H.
tahap dalam pendekatan client
centered 14
I.
teknik dalam pendekatan client
centered 15
J.
Kelebihan dan keterbatasan dalam pendekatan client
centered 16
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut
Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan
konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.Terapi berpusat pada klien
(Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam
praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai
secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan
berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik
pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik
terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang
historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan
dan teknik serta proses terapi client centered.
Terapi Client
Centeredmerupakan sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan
mendasar dari psikoanalisis.Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan
cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami
klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.
Manusia
dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa
manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk
berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa
perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini
berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan
tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas.
Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat
keputusan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar dariClient Centered?
2. Bagaimana hakekat manusia dalam pendekatan client
centered?
3. Bagaimana hakekat konseling dalam pendekatan client centered?
4. Apa
saja tujuan Client
Centered?
5. Bagaimana karakteristik pendekatan client centered?
6. Bagaimana
peran konselor dalamClient Centered ?
7. Bagaimana hubungan konselor dengan klien dalam pendekatan client centered?
8. Bagaimana tahap konseling dalam Client Centered ?
9. Bagaimana
teknik dalam konseling client centered
?
10. Bagaimana
kelebihan dan keterbatasan di dalam Client Centered?
C.
Tujuan
Masalah
1. Mengetahui
konsep dasar Client Centered
2. Mengetahui hakekat manusia
dalam pendekatan client centered
3. Mengetahui hakekat konseling dalam pendekatan client centered
4. Memahami
tujuan Client Centered
5. Mengetahui karakteristik
pendekatan client centered
6. Mengetahui
peran konselor dalam Client Centered
7.
Mengetahui hubungan konselor dengan klien dalam pendekatan client centered
8.
Mengetahui tahap konseling dalam Client Centered
9.
Memahami teknik dalam konseling client centered
10. Memahami kelebihan dan keterbatasan di dalam Client Centered
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR
Ø Menurut Carl
R. Rogers
Client
Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi
dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang
dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling
person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap
konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian
diubah menjadi client-centered.
Carl R.
Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis
berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan
membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan klien
Pendekatan
konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu
yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang
mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self),
aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep
inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Terapi ini
berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu
teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang
tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial,
walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific.
Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi
kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan
tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi
dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
Menurut
Rogers, pembentukan self berhubungan
dengan pengalamannya. Hubungan self dengan
pengalaman seseorang pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1.
Kongruensi (congruence), yaitu pengalaman dengan self. Self yang sesuai
dengan pengalaman biasanya oleh individu dilambangkan, diakui, dan dinyatakan
atau disimbolisasikan.
2.
Tidak kongruensi (uncongruence), yaitu pengalaman yang
tidak sesuai dengan self. Self yang tidak sesuai dengan pengalaman
akan didistorsi dan ditolak.
3.
Self yang tidak
memiliki hubungan dengan pengalaman. Self
yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman akan diabaikan
Menurut
Rogers, self terbentuk melalui dua
proses, yaitu dengan proses asimilasi dan proses proyeksi. Proses asimilasi
adalah proses pembentukan self yang
terjadi karena akibat pengalaman langsung individu. Proses introyeksi merupakan
proses pembentukan struktur self yang
terjadi karena adanya interaksi individu dengan orang lain atau lingkungan
sekitar. Pengalaman-pengalaman yang dapat terdiferensiasi sebagai struktur self adalah pengalaman-pengalaman yang
sesuai dengan struktur self, sedangkan
pengalaman yang tidak sesuai akan ditolak (denied)
atau dikaburkan (distortion).
Individu
yang lebih banyak mengamati dan menerima pengalaman-pengalaman organismenya ke
dalam struktur self-nya, dia akan
mengetahui bahwa dia mengganti sistem nilai-nilainya yang pada umumnya
didasarkan pada introyeksi yang telah diterimanya dalam bentuk yang tidak
wajar.
Penyesuaian
yang baik itu diawali oleh adanya kesesuaian antara pengalaman dengan self atau dalam keadaan kongruensi,
sedangkan penyesuaian yang salah diawali oleh keadaan ketidaksesuaian antara
pengalaman dengan self atau dalam
keadaan tidak kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaman dan
individu terus melakukan distorsi dan penolakan terhadap
pengalaman-pengalamannya.
Karakteristik
perilaku bermasalah : pengasingan yakni orang yang tidak memperoleh penghargaan
secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman dan self (tidak kongruensi), mengalami
kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya,
defensive, dan berperilaku yang salah penyesuaiannya (Hansen dkk, 1982).
B. Hakekat Manusia
Hakekat
manusia secara umum adalah sebagai berikut :
a.
Makhluk yang memiliki tenga
dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Individu yang memiliki sifat
rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
c.
Makhluk yang dalam proses menjadi
berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.
Individu yang dalam hidupnya
selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri,
membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.
Suatu keberadaan yang berpotensi
yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah
makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.
Individu yang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang
sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat
positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak
ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki
kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan
agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi
client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada
client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki
kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada
kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan
masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut
konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan
hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien
adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan
diri.
Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy)
merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama
bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik
pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian
yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap
menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha
menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered,
beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client
centered.
Rogers menolak pandangan Freud, bahwa perilaku manusia
cenderung tidak disadari, irrasional, dan destruktif. Sebaliknya, Rogers
beranggapan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk membimbing, mengatur, dan
mengendalikan dirinya sendiri.
Secara lebih
lengkap hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut :
a.
Manusia cenderung untuk melakukan
aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan
mengaktualisasikan kemampuanya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya
sendiri.
b.
Perilaku manusia pada dasarnya
sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu mereaksi
medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu, persepsi individu
tentang medan fenomenal bersifat subjektif.
c.
Manusia pada dasarnya bermanfaat dan
berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang
baik bagi dirinya.
d.
Secara mendasar manusia itu baik dan
dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak dirinya. Asumsi-asumsi tentang manusia ini secara prinsipil menentukan tujuan dan
prosedur konseling yang harus diperhatikan oleh konselor yang berpusat pada
person.
Menurut
Rogers, pembentukan self berhubungan dengan pengalamannya.
Hubungan self dengan pengalaman
seseorang pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.
Kongruensi (congruence), yaitu pengalaman dengan self. Self yang sesuai
dengan pengalaman biasanya oleh individu dilambangkan, diakui, dan dinyatakan
atau disimbolisasikan.
2.
Tidak kongruensi (uncongruence), yaitu pengalaman yang tidak sesuai dengan self. Self yang tidak sesuai dengan pengalaman akan didistorsi dan
ditolak.
3.
Self yang tidak
memiliki hubungan dengan pengalaman. Self
yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman akan diabaikan
Menurut Rogers, self
terbentuk melalui dua proses, yaitu dengan proses asimilasi dan proses
proyeksi. Proses asimilasi adalah proses pembentukan self yang terjadi karena akibat pengalaman langsung individu.
Proses introyeksi merupakan proses pembentukan struktur self yang terjadi karena adanya interaksi individu dengan orang
lain atau lingkungan sekitar. Pengalaman-pengalaman yang dapat terdiferensiasi
sebagai struktur self adalah
pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan struktur self, sedangkan pengalaman yang tidak sesuai akan ditolak (denied) atau dikaburkan (distortion).
Individu
yang lebih banyak mengamati dan menerima pengalaman-pengalaman organismenya ke
dalam struktur self-nya, dia akan
mengetahui bahwa dia mengganti sistem nilai-nilainya yang pada umumnya
didasarkan pada introyeksi yang telah diterimanya dalam bentuk yang tidak
wajar. Penyesuaian yang baik itu diawali oleh adanya kesesuaian antara
pengalaman dengan self atau dalam
keadaan kongruensi, sedangkan penyesuaian yang salah diawali oleh keadaan
ketidaksesuaian antara pengalaman dengan self
atau dalam keadaan tidak kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaman
dan individu terus melakukan distorsi dan penolakan terhadap
pengalaman-pengalamannya.
Karakteristik perilaku bermasalah : pengasingan yakni
orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang lain,
ketidakselarasan antara pengalaman dan self
(tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh
ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku yang
salah penyesuaiannya (Hansen dkk, 1982).
C. Hakekat Konseling Client Center
1.
Pengertian konseling menurut
para ahli :
Menurut
Division of Conseling Psychology dalam Prayitno, 2004, konseling merupakan
suatu proses untuk membantu individu menghadapi hambatan-hambatan perkembangan
dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya,
proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.
Menurut
Maclean, dalam Shertzer dan Stone, 1974 yang ditulis kembali dalam Prayitno,
2004, konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka
antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak
dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang professional, yaitu orang
yang telah terlatih dan berpengalaman dengan membantu orang lain mencapai
pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
Menurut
Mc. Daniel dalam eko13.wordpress.com, konseling adalah suatu pertemuan langsung
dengan individu yang ditujukan dalam pemberian bantuan kepadanya untuk dapat
menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan
lingkungan.
Terapi
Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap
apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasart dari
psikoanalisis;
1.
Pada hakikatnya pendekatan Client
Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris
bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya.
2.
Individu memiliki kapasitas untuk
membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia
diberikan kondisi tertentu yang mendukung
3.
Individu memiliki potensi untuk
memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan
kecemasan yang ia rasakan.
4.
Individu memiliki potensi untuk
mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan
tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan
diri dan mencapai kebahagiaan.
D. Tujuan Konseling Client Centered
Ada beberapa
tujuan pendekatan terapi Client Centered sebagai berikut :
a.
Keterbukaan
pada Pengalaman
Sebagai
lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih
sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b.
KepercayaanpadaOrganismeSendiri
Salah satu
tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri
sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya
sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c.
Tempat
Evaluasi Internal
Tempat
evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada
mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan
universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia
menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri
dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d.
Kesediaan
untuk menjadi Satu Proses.
Konsep
tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai
produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis
formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi
sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam
terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan
kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru,
bahkan beberapa revisi.
e.
Menciptakan suasana yang kondusif
bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan
pertumbuhannya.
f.
Membantu klien agar dapat bergerak
ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk
menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.
g.
Menyediakan
iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga
konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi
sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
h.
Konseli cenderung untuk bergerak ke
arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk
meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard
internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.
i. Mampu memandirikan klien
untuk mengatasi permasalahannya, serta membantu klien untuk mencapai
perkembangan yang optimal dalam hidupnya.
E.
Karakteristik
Konseling Client Centered
Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client
Centered dari Rogers :
a.
Client dapat bertanggungjawab,
memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap
pantas bagi dirinya.
b.
Menekankan dunia fenomenal client.
Dengan empati dan pemahaman terhadap client, terapis memfokuskan pada
persepsi diri client dan persepsi client terhadap dunia.
c.
Prinsip-prinsip psikoterapi
berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada
manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak
psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan client. Karena hal ini
tidak dapat dilakukan sendirian (client).
d.
Efektifitas teraputik didasarkan
pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif dan empati yang
akurat.
e.
Pendekatan ini bukanlah suatu
sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap dan
kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan client memperlihatkan
kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan. Client dapat
bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih
perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
F.
Peran dan
Fungsi Konselor
Peran : Konselor berperan hanya sebagai
pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang
sendiri. Dalam proses konseling, peran konselor yaitu mempertahankan 3 kondisi
inti yaitu menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian, penerimaan tanpa
syarat, dan pemahaman empati yang tepat menghadirkan. Ketiga kondisi inti
tersebut menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan
terapeutik dan perkembangan konseli. Jadi, konselor berperan membantu klien
dalam merefleksikan perasaan-perasaannya.
Fungsi : konselor berfungsi dalam membantu
klien mengungkap dan menemukan pemecahan masalah oleh dirinya sendiri. Dalam
konseling non-direktif ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang
konselor. Fungsi yang dimaksud, sebagai berikut :
a.
Menciptakan hubungan yang bersifat
permisif.
Menciptakan hubungan yang bersifat permisif, penuh
pengertian, penuh penerimaan, kehangatan, terhindar dari segala bentuk
ketegangan, tanpa memberikan penilaian baik positif maupun negatif. Dengan
terciptanya hubungan yang demikian itu, secara langsung dapat melupakan
ketegangan-ketegangan, perasaan-perasaan, dan mempertahankan diri klien.
Menciptakan hubungan permisif bukan saja secara verbal tetapi juga secara
nonverbal.
b.
Mendorong pertumbuhan pribadi
Dalam konseling non-direktif fungsi konselor bukan
saja membantu klien untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang
dihadapinya, tetapi lebih dari itu adalah berfungsi untuk menumbuhkan
perubahan-perubahab yang fudamental (terutama perubahan sikap). Jadi, proses
hubungan konseling di sini adalah proses untuk membantu pertumbuhan dan
pengembangan pribadi klien.
c.
Mendorong kemampuan memecahkan
masalah.
Dalam konseling non-direktif, konselor berfungsi dalam
membantu klien agar ia mengambangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. Jadi,
dengan demikian salah satu potensi yang perli dikembangkan atau
diaktualisasikan diri klien adalah potensi untuk memecahkan masalahnya sendiri
G.
Hubungan
Konselor dengan Klien
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam
pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa
menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya
sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan,
sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang
diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
a.
Dua orang berada dalam hubungan
psikologis.
b.
Orang pertama disebut client, ada
dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
c.
Orang kedua disebut terapis, ada
dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
d.
Terapis merasakan perhatian positif
tak bersyarat terhadap client.
e.
terapis merasakan pengertian yang
empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan
perasaannya ini kepad terapis.
f.
Komunikasi pengertian empatik dan
rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client
setidak-tidaknya dapat dicapai.
Ada tiga
ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan
hubungan teraputik :
Pertama,
Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah
bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta
terinytgrasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan
terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun
negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi
perasaan-perasaan secara impulsive terhadap client. Hal ini dapat
menghambat proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi
bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client
maka proses teraputic bisa berlangsung.
Kedua, Perhatian
positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh
evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client
sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap “Saya mau
menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”. Perhatian tak
bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan
penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula peluang untuk
menunjung perubahan pada client.
Ketiga, Pengertian
empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana
terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam
berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari client.
Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client yang
seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan
client yang samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah membantu
kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa
apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi
itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang
terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.
H.
Tahap –
Tahap Konseling
Proses-proses yang terjadi dalam
konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut
:
- Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
- Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri.
- Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
- Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
- Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Proses
konseling dengan pendekatan client centered dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Klien datang kepada konselor atas
kemauan sendiri.
2.
Situasi konseling sejak awal harus
menjadi tanggung jawab klien, maka konselor menyadarkan hal ini kepada klien.
3.
Konselor memberanikan klien agar
ia mampu mengemukakan perasaannya atau permasalahannya secara apa adanya,
lengkap dan jelas.
4.
Konselor menerima perasaan klien
serta memahaminya.
5.
Konselor berusaha agar klien dapat
memahami dan menerima keadaan dirinya/masalahnya.
6.
Klien menentukan pilihan sikap dan
tindakan yang akan diambil untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
7.
Klien merealisasikam pilihan itu
dalam tindakan/perbuatan.
Proses tersebut oleh Edy Legowo dkk, (2008) dapat
diformulasikan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Pendahuluan, yaitu konselor menerima
kehadiran klien atas kesadaran dan inisiatif sendiri dengan mengemukakan segala
permasalahannya.
2.
Penjelasan masalah, yaitu langkah
di mana konselor memberikan kesempatan dorongan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya (self reflection) dan perkiraannya secara
bebas yang berkaitan dengan permasalahannya.
3.
Penggalian latar permasalahan,
yaitu langkah di mana konselor mendorong klien untuk mengungkapkan lebih
lengkap, mendalam dan terbuka.
4.
Penyelesaian masalah, yaitu
langkah konselor mendorong klien menyalurkan perasaan dan pikirannya ke arah
pengambilan keputusan dan tindakan dalam rangka memecahkan masalahnya.
5.
Penutupan, yaitu konselor
memberikan ringkasan tentang jalannya pembicaraan/pembahasan dalam proses
konseling. Dalam kesempatan ini konselor perlu menumbuhkembangkan hubungan
interpersonal yang dilandasi good raport sehingga klien merasa diterima
kehadiran dan permasalahannya.
I.
Teknik –
teknik Konseling
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit teknik, akan
tetapi menekankan sikap konselor.
Rogers (dalam Corey, 1986) menekankan bahwa
yang terpenting dalam proses konseling ini adalah filsafat dan sikap konselor,
bukan pada teknik yang didesain untuk membuat klien “berbuat sesuatu”.
Teknik dasar adalah mencakup mendengar dan
menyimak secara aktif, refleksi, klarifikasi, ”being here” bagi klien.
Dengan
adanya perkembangan yang menekankan filsafat dan sikap ini maka ada
perubahan-perubahan di dalam frekuensi penggunaan bermacam teknik misalnya:
bertanya, penstrukturan, interpretasi, memberi saran atau nasihat.
Keberhasilan
terapi bergantung kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur
biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.
Sebagai cara untuk
mewujudkan dan mengkomunikasikan acceptance, understanding, menghargai, dan
mengusahakan agar klien mengetahui bahwa konselor berusaha mengembangkan internal frame of reference klien dengan cara konselor mengikuti fikiran, perasaan dan eksplorasi
klien, yang merupakan teknik pokok untuk menciptakan dan memelihara hubungan
konseling.
Teknik-teknik
dalam pendekatan ini antara lain adalah :
a.
acceptance (penerimaan)
b.
respect (rasa
hormat)
c.
understanding (pemahaman)
d.
reassurance (menentramkan
hati)
e.
encouragementlimited questioning(pertanyaan
terbatas
f.
reflection (memantulkan
pernyataan dan perasaan)
Melalui
penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat:
(1)
Memahami dan menerima diri dan
lingkungannya dengan baik
(2)
Mengambil keputusan yang tepat
(3)
Mengarahkan diri
(4)
Mewujudkan dirinya
J.
Kelebihan
dan Keterbatasan
Ø
Kelebihan
1.
Pemusatan pada klien dan bukan
pada konselor dalam konseling
2.
Iddentifikasi dan pnekanan hubungan
konsling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
3.
Lebih menekankan pada sikap konselor
dari pada teknik
4.
Penekanan emosi, perasaan dan afektif
alam konseling
Ø Keterbatasan
1.
Sulit bagi konselor untuk benar-benar
bersifat netral dalam situasi hubungan
interpersonal
2.
Tujuan untuk setiap klienya itu untuk memeksimalkan diri ,dirasa terlalu
luas ,umum dan longgar sehingga sulit
untuk menilai individu
3.
Terlalu menekankan pada aspek afektif,
emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan factor intelektif,
kognitif dan rasional
4.
Tujuan seharusnya ditetepkan oleh
klien tapi kadang-kadang dibuat tergantung konselor dan klien.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Carl R . Rogers
berpendapat bahwaterapi Client Centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis:
1.
Pada hakikatnya pendekatan Client
Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris
bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya.
2.
Individu memiliki kapasitas untuk
membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia
diberikan kondisi tertentu yang mendukung
3.
Individu memiliki potensi untuk
memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan
kecemasan yang ia rasakan.
4.
Individu memiliki potensi untuk
mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan
tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan
diri dan mencapai kebahagiaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
http://eko13.wordpress.com/2008/05/04/pengertian-konseling/
Sugiharto, D.Y.P. dan Mulawarman. 2007. Psikologi Konseling.
Semarang: Unnes Press
http://counseling4human.blogspot.com/2012/07/hakikat-konseling_09.html
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com)
http://ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/14-pendekatan-konseling-client-centred.html
bagus ko
BalasHapussuka...
BalasHapusi like it,,,,,
BalasHapussip nemenlah nggo reverensi bu rela
BalasHapusbagus buat referensi
BalasHapusmenginspirasii..
BalasHapusmakasihhhh.. postnya bagus
kereeennn.......
BalasHapusbagus..
BalasHapussipzzzzzzz
BalasHapusbagus buat referensi...
BalasHapus