Kamis, 16 Mei 2013

makalah



 KONSELING CLIENT CENTERED

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah:Model-model Konselig 1
Dosen pengampu : RelaAmalia, S. Pd
Description: C:\Users\User\Documents\SETING UNDANGAN\LOGO\Logo-logo\ups1.jpg
DisusunOleh   :
1.   Deni Purwati                    :             (1111500088)
2.   Lia Pradita Agustina       :             (1111500043)
3.   Siska Fransiska                :             (1111500089)
4.   Tri Sutrisno                      :             (1111500156)
5.   Tiara Agitha Larasaty     :             (1111500055)
Kelas  : IV D


BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2013

KATA PENGANTAR

Seiring alunan kata Alhamdulillah, segala puji syukur semata-mata hanya untuk Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat merampungkan Makalah ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini berkat dorongan dan arahan dan menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1.      Rela Amalia, S. Pd
2.      Teman-teman mahasiswa Kelas IV D yang telah membantu memberikan sumbang saran penulisan makalah ini.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan yang ada pada penulis sangat tebatas. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun demi kebaikan penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.




Penulis







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                                                                i
KATA PENGANTAR                                                                                             ii
DAFTAR ISI                                                                                                            iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah                                                                                1
B.     Rumusan Masalah                                                                                         2
C.     Tujuan Penulisan                                                                                            2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar                                                                                                3
B.     Hakekat manusia                                                                                           5
C.     Hakekat konseling                                                                                        8
D.    Tujuan konseling client centered                                                                   9
E.     Karakteristik  konseling client centered                                                         10
F.      Peran dan fungsi konselor                                                                             11
G.    Hubungan konselor dengan klien dalam pendekatan  client centered          12
H.    tahap dalam pendekatan  client centered                                                       14
I.       teknik  dalam pendekatan  client centered                                                   15
J.       Kelebihan dan keterbatasan  dalam pendekatan  client centered                 16
BAB III PENUTUP 
Kesimpulan                                                                                                               17
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
Terapi Client Centeredmerupakan sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar dariClient Centered?
2.      Bagaimana hakekat manusia dalam pendekatan client centered?
3.      Bagaimana hakekat konseling  dalam pendekatan client centered?
4.      Apa saja tujuan Client Centered?
5.      Bagaimana karakteristik pendekatan client centered?
6.      Bagaimana peran konselor dalamClient Centered ?
7.      Bagaimana hubungan konselor dengan klien dalam pendekatan client centered?
8.      Bagaimana tahap konseling dalam Client Centered ?
9.      Bagaimana teknik dalam konseling client centered ?
10.  Bagaimana kelebihan dan keterbatasan  di dalam Client Centered?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui konsep dasar Client Centered
2.      Mengetahui hakekat manusia dalam pendekatan client centered
3.      Mengetahui hakekat konseling  dalam pendekatan client centered
4.      Memahami tujuan Client Centered
5.      Mengetahui karakteristik pendekatan client centered
6.      Mengetahui peran konselor dalam Client Centered
7.      Mengetahui hubungan konselor dengan klien dalam pendekatan client centered
8.      Mengetahui tahap konseling dalam Client Centered
9.      Memahami teknik dalam konseling client centered
10.  Memahami kelebihan dan keterbatasan  di dalam Client Centered












BAB II
PEMBAHASAN


A.    KONSEP DASAR
Ø  Menurut Carl R. Rogers
Client Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan klien
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Terapi ini berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
Menurut Rogers, pembentukan self berhubungan dengan pengalamannya. Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.      Kongruensi (congruence), yaitu pengalaman dengan self. Self yang sesuai dengan pengalaman biasanya oleh individu dilambangkan, diakui, dan dinyatakan atau disimbolisasikan.
2.      Tidak kongruensi (uncongruence), yaitu pengalaman yang tidak sesuai dengan self. Self yang tidak sesuai dengan pengalaman akan didistorsi dan ditolak.
3.      Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman. Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman akan diabaikan
Menurut Rogers, self terbentuk melalui dua proses, yaitu dengan proses asimilasi dan proses proyeksi. Proses asimilasi adalah proses pembentukan self yang terjadi karena akibat pengalaman langsung individu. Proses introyeksi merupakan proses pembentukan struktur self yang terjadi karena adanya interaksi individu dengan orang lain atau lingkungan sekitar. Pengalaman-pengalaman yang dapat terdiferensiasi sebagai struktur self adalah pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan struktur self, sedangkan pengalaman yang tidak sesuai akan ditolak (denied) atau dikaburkan (distortion).
Individu yang lebih banyak mengamati dan menerima pengalaman-pengalaman organismenya ke dalam struktur self-nya, dia akan mengetahui bahwa dia mengganti sistem nilai-nilainya yang pada umumnya didasarkan pada introyeksi yang telah diterimanya dalam bentuk yang tidak wajar.
Penyesuaian yang baik itu diawali oleh adanya kesesuaian antara pengalaman dengan self atau dalam keadaan kongruensi, sedangkan penyesuaian yang salah diawali oleh keadaan ketidaksesuaian antara pengalaman dengan self atau dalam keadaan tidak kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaman dan individu terus melakukan distorsi dan penolakan terhadap pengalaman-pengalamannya.
Karakteristik perilaku bermasalah : pengasingan yakni orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman dan self (tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku yang salah penyesuaiannya (Hansen dkk, 1982).

B.     Hakekat  Manusia
Hakekat manusia secara umum adalah sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
c.       Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.      Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.       Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
Rogers menolak pandangan Freud, bahwa perilaku manusia cenderung tidak disadari, irrasional, dan destruktif. Sebaliknya, Rogers beranggapan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk membimbing, mengatur, dan mengendalikan dirinya sendiri.
Secara lebih lengkap hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut :
a.       Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan mengaktualisasikan kemampuanya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri.
b.      Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu, persepsi individu tentang medan fenomenal bersifat subjektif.
c.       Manusia pada dasarnya bermanfaat dan berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya.
d.      Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak dirinya. Asumsi-asumsi tentang manusia ini secara prinsipil menentukan tujuan dan prosedur konseling yang harus diperhatikan oleh konselor yang berpusat pada person.
Menurut Rogers, pembentukan self  berhubungan dengan pengalamannya. Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.      Kongruensi (congruence), yaitu pengalaman dengan self. Self yang sesuai dengan pengalaman biasanya oleh individu dilambangkan, diakui, dan dinyatakan atau disimbolisasikan.
2.       Tidak kongruensi (uncongruence), yaitu pengalaman yang tidak sesuai dengan self. Self yang tidak sesuai dengan pengalaman akan didistorsi dan ditolak.
3.      Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman. Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman akan diabaikan
Menurut Rogers, self terbentuk melalui dua proses, yaitu dengan proses asimilasi dan proses proyeksi. Proses asimilasi adalah proses pembentukan self yang terjadi karena akibat pengalaman langsung individu. Proses introyeksi merupakan proses pembentukan struktur self yang terjadi karena adanya interaksi individu dengan orang lain atau lingkungan sekitar. Pengalaman-pengalaman yang dapat terdiferensiasi sebagai struktur self adalah pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan struktur self, sedangkan pengalaman yang tidak sesuai akan ditolak (denied) atau dikaburkan (distortion).
Individu yang lebih banyak mengamati dan menerima pengalaman-pengalaman organismenya ke dalam struktur self-nya, dia akan mengetahui bahwa dia mengganti sistem nilai-nilainya yang pada umumnya didasarkan pada introyeksi yang telah diterimanya dalam bentuk yang tidak wajar. Penyesuaian yang baik itu diawali oleh adanya kesesuaian antara pengalaman dengan self atau dalam keadaan kongruensi, sedangkan penyesuaian yang salah diawali oleh keadaan ketidaksesuaian antara pengalaman dengan self atau dalam keadaan tidak kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaman dan individu terus melakukan distorsi dan penolakan terhadap pengalaman-pengalamannya.
Karakteristik perilaku bermasalah : pengasingan yakni orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman dan self (tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku yang salah penyesuaiannya (Hansen dkk, 1982).

C.     Hakekat Konseling Client Center
1.      Pengertian konseling menurut para ahli :
        Menurut Division of Conseling Psychology dalam Prayitno, 2004, konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu menghadapi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.
        Menurut Maclean, dalam Shertzer dan Stone, 1974 yang ditulis kembali dalam Prayitno, 2004, konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang professional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman dengan membantu orang lain mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
        Menurut Mc. Daniel dalam eko13.wordpress.com, konseling adalah suatu pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan dalam pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan lingkungan.
Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasart dari psikoanalisis;
1.      Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya.
2.      Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung
3.      Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
4.      Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.

D.    Tujuan Konseling Client Centered
Ada beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered sebagai berikut :
a.    Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b.    KepercayaanpadaOrganismeSendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c.     Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d.    Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
e.    Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya.
f.     Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.
g.    Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
h.    Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.
i.      Mampu memandirikan klien untuk mengatasi permasalahannya, serta membantu klien untuk mencapai perkembangan yang optimal dalam hidupnya.

E.     Karakteristik Konseling Client Centered
 Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :
a.       Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
b.      Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman  terhadap client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client terhadap dunia.
c.       Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client).
d.      Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat.
e.       Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan. Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.


F.      Peran dan Fungsi Konselor
Peran : Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Dalam proses konseling, peran konselor yaitu mempertahankan 3 kondisi inti yaitu menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian, penerimaan tanpa syarat, dan pemahaman empati yang tepat menghadirkan. Ketiga kondisi inti tersebut menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli. Jadi, konselor berperan membantu klien dalam merefleksikan perasaan-perasaannya.
Fungsi : konselor berfungsi dalam membantu klien mengungkap dan menemukan pemecahan masalah oleh dirinya sendiri. Dalam konseling non-direktif ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang konselor. Fungsi yang dimaksud, sebagai berikut :
a.       Menciptakan hubungan yang bersifat permisif.
Menciptakan hubungan yang bersifat permisif, penuh pengertian, penuh penerimaan, kehangatan, terhindar dari segala bentuk ketegangan, tanpa memberikan penilaian baik positif maupun negatif. Dengan terciptanya hubungan yang demikian itu, secara langsung dapat melupakan ketegangan-ketegangan, perasaan-perasaan, dan mempertahankan diri klien. Menciptakan hubungan permisif bukan saja secara verbal tetapi juga secara nonverbal.
b.      Mendorong pertumbuhan pribadi
Dalam konseling non-direktif fungsi konselor bukan saja membantu klien untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya, tetapi lebih dari itu adalah berfungsi untuk menumbuhkan perubahan-perubahab yang fudamental (terutama perubahan sikap). Jadi, proses hubungan konseling di sini adalah proses untuk membantu pertumbuhan dan pengembangan pribadi klien.
c.       Mendorong kemampuan memecahkan masalah.
Dalam konseling non-direktif, konselor berfungsi dalam membantu klien agar ia mengambangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. Jadi, dengan demikian salah satu potensi yang perli dikembangkan atau diaktualisasikan diri klien adalah potensi untuk memecahkan masalahnya sendiri

G.      Hubungan Konselor dengan Klien
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
a.       Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
b.      Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
c.       Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
d.      Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
e.       terapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
f.       Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.
Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik :
Pertama, Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsive terhadap  client. Hal ini dapat menghambat proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client maka proses teraputic bisa berlangsung.
Kedua, Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap “Saya mau menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”. Perhatian tak bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada client.
Ketiga, Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari client. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan client yang samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah membantu kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.

H.      Tahap – Tahap Konseling
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
  1.  Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
  2. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri.
  3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
  4. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
  5. Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Proses konseling dengan pendekatan client centered dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri.
2.      Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien, maka konselor menyadarkan hal ini kepada klien.
3.      Konselor memberanikan klien agar ia mampu mengemukakan perasaannya atau permasalahannya secara apa adanya, lengkap dan jelas.
4.      Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya.
5.      Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan dirinya/masalahnya.
6.      Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
7.      Klien merealisasikam pilihan itu dalam tindakan/perbuatan.
Proses tersebut oleh Edy Legowo dkk, (2008) dapat diformulasikan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Pendahuluan, yaitu konselor menerima kehadiran klien atas kesadaran dan inisiatif sendiri dengan mengemukakan segala permasalahannya.
2.      Penjelasan masalah, yaitu langkah di mana konselor memberikan kesempatan dorongan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya (self reflection) dan perkiraannya secara bebas yang berkaitan dengan permasalahannya.
3.      Penggalian latar permasalahan, yaitu langkah di mana konselor mendorong klien untuk mengungkapkan lebih lengkap, mendalam dan terbuka.
4.      Penyelesaian masalah, yaitu langkah konselor mendorong klien menyalurkan perasaan dan pikirannya ke arah pengambilan keputusan dan tindakan dalam rangka memecahkan masalahnya.
5.      Penutupan, yaitu konselor memberikan ringkasan tentang jalannya pembicaraan/pembahasan dalam proses konseling. Dalam kesempatan ini konselor perlu menumbuhkembangkan hubungan interpersonal yang dilandasi good raport sehingga klien merasa diterima kehadiran dan permasalahannya.

I.         Teknik – teknik Konseling
Pendekatan yang berpusat  pada klien menggunakan sedikit teknik, akan tetapi menekankan sikap konselor.
Rogers (dalam Corey, 1986) menekankan bahwa yang terpenting dalam proses konseling ini adalah filsafat dan sikap konselor, bukan pada teknik yang didesain untuk membuat klien “berbuat sesuatu”.
Teknik dasar adalah mencakup mendengar dan menyimak secara aktif, refleksi, klarifikasi, ”being here” bagi klien.
Dengan adanya perkembangan yang menekankan filsafat dan sikap ini maka ada perubahan-perubahan di dalam frekuensi penggunaan bermacam teknik misalnya: bertanya, penstrukturan, interpretasi, memberi saran atau nasihat.
Keberhasilan terapi bergantung kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.
Sebagai cara untuk mewujudkan dan mengkomunikasikan acceptance, understanding, menghargai, dan mengusahakan agar klien mengetahui bahwa konselor berusaha mengembangkan internal frame of reference klien dengan cara konselor mengikuti fikiran, perasaan dan eksplorasi klien, yang merupakan teknik pokok untuk menciptakan dan memelihara hubungan konseling.
Teknik-teknik dalam pendekatan ini antara lain adalah :
a.       acceptance (penerimaan)
b.      respect (rasa hormat)
c.       understanding (pemahaman)
d.      reassurance (menentramkan hati)
e.       encouragementlimited questioning(pertanyaan terbatas
f.       reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan)
Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat:
(1)      Memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik
(2)      Mengambil keputusan yang tepat
(3)      Mengarahkan diri
(4)      Mewujudkan dirinya

J.         Kelebihan dan  Keterbatasan
Ø  Kelebihan
1.      Pemusatan pada klien dan bukan pada konselor dalam konseling
2.      Iddentifikasi dan pnekanan hubungan konsling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
3.      Lebih menekankan pada sikap konselor dari pada teknik
4.      Penekanan emosi, perasaan dan afektif alam konseling
Ø  Keterbatasan
1.      Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat  netral dalam situasi hubungan interpersonal
2.      Tujuan untuk setiap klienya  itu untuk memeksimalkan diri ,dirasa terlalu
 luas ,umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai individu
3.      Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan factor intelektif, kognitif dan rasional
4.      Tujuan seharusnya ditetepkan oleh klien tapi kadang-kadang dibuat tergantung konselor dan klien.
BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Carl R . Rogers berpendapat bahwaterapi Client Centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis:
1.      Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya.
2.      Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung
3.      Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
4.      Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.









DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
http://eko13.wordpress.com/2008/05/04/pengertian-konseling/
Sugiharto, D.Y.P. dan Mulawarman. 2007. Psikologi Konseling. Semarang: Unnes Press
http://counseling4human.blogspot.com/2012/07/hakikat-konseling_09.html
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com)
http://ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/14-pendekatan-konseling-client-centred.html












10 komentar: